KUMPULAN ARTIKEL MODEL PEMBELAJARAN
Model Pembelajaran Tahun Ajaran Baru Akan Mengikuti Kondisi
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyelenggarakan talk show dengan tema "Lembaga Pendidikan yang Adaptif Terhadap Kebiasaan Baru" (9/6/2020). Dalam tayangan yang dibawakan Kristomei Sianturi, Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menghadirkan Kepala Biro Kerja Sama dan Humas (Kemendikbud) Evy Mulyani menjadi salah satu narasumber. Evy Mulyani mengatakan, dimulainya tahun ajaran baru tidak dilakukan secara tatap muka. Model pembelajaran akan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pandemi Covid-19. “Yang ingin saya sampaikan adalah klarifikasi bahwa ketika kita bicara tahun ajaran baru ini tidak sama dengan kegiatan belajar mengajar tatap muka disekolah atau pembukaan sekolah artinya bahwa tahun ajaran baru yang dimaksud adalah dimulainya tahun pelajaran baru 2020/2021,” jelas Evy. Evy menuturkan, nantinya model pembelajaran akan tergantung pada perkembangan kondisi Covid-19, mungkin pembelajaran dilakukan seperti tiga bulan terakhir. “Artinya model pembelajaran akan sangat tergantung pada perkembangan kondisi. Model pembelajaran pertama yang utama sebagian besar sekolah akan melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seperti yang sudah dilakukan tiga bulan terakhir ini,” ujar Evy.
Terkait model pembelajaran Evy, mengatakan mempunyai berbagai alternatif tetapi tetap memerlukan kerjasama antara guru dan orangtua. “Terkait Pembelajaran Jarak Jauh ini sebagaimana kita ketahui bersama kita sudah mempunyai berbagai alternatif tentunya melalui internet, melalui stasiun televisi, melalui radio dan sebenarnya banyak tersedia modul yang dapat digunakan atau dipelajari mandiri,” ucap Evy. Ia melanjutkan “tentunya memerlukan kerja sama atau kolaborasi yang sangat baik antara guru dan orangtua,” kata Evy. Evy menegaskan Kemendikbud terus melakukan kajian dan berkolaborasi dengan berbagai instansi terkait guna memberikan kebijakan yang baik untuk dunia pendidikan. “Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus melakukan kajian analisis yang tentunya harus sangat komprehensif dan akuntabel kemudian koordinasi termasuk juga dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19,” ujarnya. Ia melanjutkan, “Kami mengutamakan menetapkan prioritas kesehatan dan keselamatan insan pendidikan; siswa, guru dan juga orangtua.”
Bosan PJJ Itu-itu Saja? Ini 6 Model Pembelajaran Inovatif bagi Siswa
Sejak pertengahan Maret 2020, siswa sekolah mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ). Selama beberapa bulan itu pasti siswa mengalami rasa bosan. Sebab, metode pembelajaran yang diberikan guru atau sekolah hanya itu-itu saja. Padahal, ada banyak metode yang bisa diberikan agar siswa tetap semangat menimba ilmu. Meski dalam masa pandemi Covid-19, siswa harus tetap semangat. Tetapi, hal ini menjadi tantangan tesendiri bagi dunia pendidikan. Baca juga: Strategi Hadirkan Pembelajaran Inovatif dan Menyenangkan dari Rumah Salah satunya adalah menerapkan pembelajaran jarak jauh yang sarat akan kreativitas dan inovasi. Nah, mau tahu model-model pembelajaran inovatif apa saja yang dapat diterapkan? Melansir akun Instagram Platform Rumah Belajar Kemendikbud RI, Kamis (27/8/2020), berikut ini 6 model pembelajaran inovatif:
1. Discovery-Inquiry Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Rangkaian kegiatan belajar yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
2. Flipped classroom Pembelajaran yang membalik metode tradisional di mana materi biasanya diberikan pada proses pembelajaran tetapi materi diberikan sebelum proses pembelajaran.
3. Project based learning Pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada pendidik untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.
4. Blended learning dengan blog Pembelajaran yang menggunakan blog untuk mencapai tujuan pendidikan.
5. Berbasis gim Pembelajaran yang menggunakan permainan atau gim digital untuk tujuan pembelajaran. Baca juga: Siswa, Simak Perjalanan Kurikulum di Indonesia
6. Self organized learning environments (sole) Pembelajaran yang menitikberatkan proses pembelajaran mandiri dengan memanfaatkan internet dan perangkat pintar yang dimilikinya.
Meramu Model Pembelajaran Kewirausahaan yang Ideal
SEORANG guru mempertanyakan proses pembelajaran kewirausahaan yang biasa ditawarkan oleh sekolah bisnis atau di Indonesia dikenal sebagai Fakultas Ekonomi dan Bisnis (Fakultas Bisnis atau Fakultas Ekonomi saja, pada beberapa kampus). Menurut dia, tidak tepat jika ada siswa di sekolahnya yang ingin menjadi wirausaha lalu melanjutkan studi di fakultas tersebut. Baginya untuk menjadi wirausaha, tidak harus ke sekolah bisnis, karena tidak dibekali keahlian dan keterampilan yang dapat dijual untuk dijadikan modal berwirausaha. Ia memberi contoh siswa yang berkuliah di Fakultas Seni Rupa dan Desain, yang begitu lulus barangkali sudah dapat menjual keahliannya dalam merancang suatu produk atau interior. Usaha dibuka berdasarkan keahlian itu. Jika siswa berkuliah di program studi manajemen, misalnya, begitu lulus tentu berbeda. Intinya adalah, menurut guru itu, yang terpenting bukan belajar kewirausahaannya, tetapi punya keahlian untuk berkarya sebagai modal untuk berwirausaha. Proses kewirausahaan dapat dipelajari secara learning by doing.
Bukan bermaksud menghakimi guru itu, pemahamannya mungkin mewakili sebagian kalangan yang punya pandangan sama. Menjual keahlian apakah sama dengan berwirausaha? Semestinya tidak demikian, karena ini berarti pengacara, dokter, notaris dan sebagainya adalah wirausaha juga. Sejatinya mereka adalah profesional bukan wirausaha.
Barangkali arti berwirausaha dalam semangat kewirausahaan harus dikembalikan ke pengertian kewirausahaan seperti yang dikemukakan oleh Hisrich (2008) yaitu sebagai proses menciptakan sesuatu yang baru dan memiliki nilai dengan mengorbankan waktu dan tenaga, melakukan pengambilan risiko finansial, fisik, maupun sosial, serta menerima imbalan moneter serta kepuasan dan kebebasan pribadi. Menggarisbawahi pengertian tersebut, di dalam kewirausahaan harus ada sesuatu yang baru (inovatif) dan punya nilai (value) bagi pelanggan. Untuk mencapai itu tidaklah mudah, karena ada pengorbanan waktu dan tenaga, serta pengambilan risiko secara finansial (untung atau rugi), fisik (rasa lelah mendera) dan sosial (mungkin ada penolakan dari konsumen atau masyarakat). Dengan demikian jika mahasiswa berkuliah di program studi yang arahnya pada profesi tertentu, mereka akan dididik menjadi profesional bukan wirausaha. Lalu, bagaimana dengan mahasiswa yang belajar di sekolah bisnis namun ingin menjadi wirausaha? Nah, barangkali inilah masalah yang terjadi di banyak sekolah bisnis di Indonesia yang menyatukan pendidikan menjadi wirausaha dengan menjadi profesional. Belakangan menjadi profesional pun diarahkan untuk memiliki jiwa kewirausahaan. Yang ini tentu tidak salah. Jiwa kewirausahaan seperti kreatif, inovatif, proaktif, mengambil risiko terukur, tajam mengidentifikasi peluang dan sebagainya, dibutuhkan oleh profesional masa kini. Yang menjadi masalah jika proses pembelajaran seorang profesional menjadi sama dengan menjadi wirausaha. Tentu sasaran yang ingin dicapai sulit untuk diraih. Di beberapa universitas dan sekolah bisnis di Indonesia, pendidikan menjadi wirausaha pada jenjang sarjana telah dipisah dengan pendidikan program studi manajemen. Kurikulumnya pun berbeda. Bahkan ada pula perguruan tinggi yang menjadikan kewirausahaan sebagai "nyawa" sehingga melibatkan seluruh program studi tanpa kecuali. Inilah yang mendorong kolaborasi antar mahasiswa dari berbagai program studi untuk mewujudkan proyek kewirausahaan dan menjadi wirausaha "beneran". Kolaborasi ini menyadarkan bahwa kewirausahaan yang sukses diawali dari tim yang solid. Wirausaha yang handal bukan karena ia menguasai segalanya, tetapi karena ia pandai memadukan berbagai sumber daya yang ada sehingga menghasilkan bisnis yang bernilai tambah.
Proses pembelajaran Seperti telah menjadi kesepakatan tidak tertulis, hampir semua pendidikan kewirausahaan di seluruh dunia menitikberatkan pada pentingnya penyusunan rencana bisnis (business plan). Bahkan di tingkat sekolah menengah atas, beberapa sekolah menugaskan siswanya untuk menyusun rencana bisnis lalu mengimplementasikan ke dalam sebuah simulasi bisnis. Sesungguhnya pembelajaran kewirausahaan diawali dengan penemuan diri (self discovery) karena wirausaha sukses berawal dari minat dan passion yang sesuai. Seseorang yang berwirausaha sesuai dengan passion-nya, akan terus berjuang keras untuk mencapai kesuksesan tanpa kenal lelah. Seolah tanpa kehabisan energi karena bekerja sepenuh hati. Maka, mengenali passion diri yang sesuai akan menjadi awal yang baik untuk berwirausaha. Pada langkah selanjutnya, identifikasi peluang yang berbasis pada problem yang dihadapi oleh masyarakat atau konsumen, kemudian mencoba untuk mencari solusi dengan produk yang ditawarkan adalah bagian yang sangat esensial ketika mempelajari kewirausahaan. Proses identifikasi peluang, mencari solusi atas problem yang dihadapi dan merancang produk sebagai solusi, menjadi rangkaian yang tidak terputus. Percobaan-percobaan untuk memastikan bahwa produk yang ditawarkan efektif sebagai solusi atas problem (problem-solution fit) terus dilakukan, hingga diperoleh produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen (product-market fit). Proses berikutnya adalah merancang saluran pemasaran untuk menjangkau konsumen, mulai menghitung sumber penerimaan kas, dan struktur biaya. Ini mematahkan anggapan bahwa kewirausahaan bergantung pada sisi finansial, karena justru awal proses kewirausahaan adalah identifikasi peluang bukan modal usaha. Selain itu wirausaha juga didorong untuk menentukan key metrics, yaitu matriks untuk mengukur aktivitas kunci usaha yang dilakukan sehingga bisa mengetahui kinerja bisnis, apakah memenuhi sasaran yang ingin dicapai. Usaha yang dijalankan juga diarahkan untuk memiliki perbedaan (diferensiasi) yang tidak bisa atau sulit ditiru oleh kompetitor. Pembelajaran seperti yang telah diuraikan merupakan proses yang berbasis pada lean canvas (Ries, 2011 , Mauriya, 2012) yang memudahkan pemula untuk merintis usaha. Model bisnis dulu, bukan rencana bisnis Proses pembelajaran kewirausahaan yang berbasis penyusunan model bisnis diyakini lebih sesuai bagi pemula yang sedang merintis usaha dari nol daripada menyusun rencana bisnis. Tak dapat dimungkiri hal ini masih menjadi perdebatan panjang di antara kalangan akademisi dan praktisi. Menengahi hal ini DeNoble dan Zoller (2017) mengemukakan sepuluh alasan mengapa penyusunan model bisnis lebih sesuai bagi siswa/mahasiswa ketika belajar kewirausahaan dan bagi mereka yang sedang merintis bisnis. Alasan tersebut adalah, pertama, menyusun rencana bisnis membutuh waktu yang panjang daripada pengembangan ide bisnis itu sendiri. Justru yang lebih dibutuhkan adalah pengembangan ide dengan serangkaian percobaan hingga ditemukan ide yang sesuai untuk dijalankan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya: problem-solution fit dan product-market fit. Kedua, dengan menyusun rencana bisnis pada usaha di tahap awal, akan banyak asumsi dan pengetahuan yang tidak memadai, karena siswa/mahasiswa belum memiliki cukup pengalaman mengenai dunia bisnis yang akan dijalani. Ketiga, proyeksi keuangan yang biasanya terdapat di dalam rencana bisnis, ditulis dengan kecenderungan overestimated karena tidak memahami proses penjualan, dampak siklus penjualan dan dukungan setelah penjualan kepada konsumen. Keempat, proyeksi rencana bisnis yang yang biasanya lima tahun tidak membuat investor percaya karena pasar dan lingkungan cepat berubah. Kelima, sebagian besar rencana bisnis usang segera setelah ditulis. Pasar begitu dinamis dan wirausaha harus cepat beradaptasi terhadap perubahan karakteristik pasar. Keenam, rencana bisnis dapat menimbulkan peningkatan komitmen terhadap tindakan yang berpotensi gagal, yang akhirnya akan menjadi sia-sia, membuang waktu dan energi. Ketika rencana bisnis disusun, segenap sumber daya diinvestasikan untuk keputusan yang diambil, yang tercermin di dalam rencana bisnis. Ketika lingkungan berubah, akan sulit bagi wirausaha untuk menerima dan akhirnya lamban untuk beradaptasi. Ketujuh, rencana bisnis tidak dapat membantu wirausaha dalam memahami pengalaman konsumen. Percobaan-percobaan tidak dilakukan secara intens karena fokus pada penyusunan dokumen rencana bisnis. Kedelapan, rencana bisnis yang bagus bukanlah indikasi mengenai potensi masa depan wirausaha. Hal ini bisa terjadi karena mempercayakan penulisan rencana bisnis kepada pihak yang dianggap "ahli". Penyusunan rencana bisnis kepada profesional dianggap sebagai jalan untuk menarik investor potensial dan mitra strategis. Kesembilan, kebanyakan mahasiswa/siswa dalam program kewirausahaan tidak siap menyusun rencana bisnis yang layak.
Pada akhirnya rencana bisnis menjadi serangkaian cerita tentang bisnis yang belum tentu bisa diwujudkan. Kesepuluh, penyusunan rencana bisnis menekankan mahasiswa/siswa pada apa yang akan mereka lakukan daripada apa yang mereka pelajari Padahal belum banyak pengalaman yang diperoleh daripada yang telah dipelajari mengenai bagaimana mendirikan dan menjalankan suatu usaha. Sekalipun demikian, DeNoble dan Zoller (2017) menegaskan bahwa penyusunan rencana bisnis tetap diperlukan ketika bisnis telah mulai berjalan (running) dan memerlukan rencana yang lebih detail untuk pengembangan. Berbagai ramuan model pembelajaran kewirausahaan yang dikembangkan sejumlah akademisi dan praktisi, memang masih sangat mungkin diperdebatkan. Setidaknya model yang dikembangkan semakin mendekati ideal untuk melahirkan banyak wirausaha unggul dari jenjang pendidikan tinggi dan menengah. Harapan yang sungguh masuk akal.
Pentingnya Berjejaring untuk Model Pembelajaran SLB
Model pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) tentu berbeda dengan anak pada umumnya. Selain sekolah, guru juga harus dibekali ilmu yang selaras bagi ABK. Dalam webinar yang digelar Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus beberapa waktu lalu, dijelaskan model pembelajaran bagi ABK. Melansir laman Ditjen GTK Kemendikbud, Selasa (10/11/2020), webinar diadakan untuk menyambut Hari Guru Nasional yang akan jatuh pada 25 November.
Berharap guru terinspirasi Diharapkan para guru dan tenaga kependidikan dapat terinspirasi dari sejumlah sosok yang telah menunjukkan karya dan dedikasi di bidangnya.
"Kami hadirkan guru-guru terbaik yang ada di negeri ini, yang telah menunjukkan karya dan dedikasi, komitmen untuk menjalani profesi guru," ujar Plt. Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus, Praptono. Salah satu narasumber dalam webinar, Kepala Sekolah SLB AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik, Jawa Timur, Dede Idawati mengungkap dengan berbekal vokasi, ABK dapat mengembangkan diri atau bekerja pada pihak lain dengan memperoleh pengakuan penghasilan yang layak.
"Model pembelajaran keterampilan memerlukan sistem pengelolaan yang melibatkan berbagai pihak secara fungsional," katanya. Pentingnya berjejaring Menurutnya, kemandirian ABK dapat dicapai melalui pendidikan keterampilan jika ada pengakuan oleh lingkungannya, baik itu orang tua anak dan sekolah. Selain itu, Dede juga mengatakan pentingnya berjejaring, baik itu dalam pembelajaran keterampilan serta memasarkan produk. Dalam hal keterampilan di ranah tata boga, para peserta didik SLB AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik belajar dengan guru SMK di dapurnya SLB. Sedangkan untuk pemasaran, networking ini terlihat dengan sejumlah pameran yang diikuti oleh para murid SLB ini. "Hasil-hasil yang dibuat itu kita pamerkan produknya di mal besar bersamaan dengan siswa SMA, SMK. Murid SLB yang memasarkan," tuturnya.
"Mereka dengan percaya dirinya, semangatnya, memberikan suatu informasi bagaimana membuat kaus hingga packaging-nya," terang Dede.
Guru Diimbau Terus Sesuaikan Metode Pembelajaran dengan Teknologi Informasi
Guru dihimbau untuk terus menyesuaikan metode pembelajaran agar sesuai dengan perkembangan zaman. Salah satunya, guru bisa mengembangkan metode pembelajaran dengan pemanfaatan teknologi informasi. Plt. Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Gogot Suharwoto mengatakan peserta didik harus diberikan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kompetensinya. "Kita harus berinovasi memilih teknologi yang sesuai dengan pembelajaran. Yang tadinya guru memerintah (teacher center), sekarang student center pembelajaran (lebih) konstruktif untuk mendapatkan feed back dari anak sehingga kita bisa memperoleh pengetahuan juga dari anak didik," kata Gogot saat membuka Indonesia Edutech Expo 2020 di Jakarta Convention Center (JCC) dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (7/2/2020).
urut hadir dalam acara tersebut Ketua Tim Pelaksana Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional Ilham Habibie sebagai keynote speaker dan beberapa pakar yang kompeten di bidang teknologi informasi. Ilham Habibie memberikan analisanya terkait tren pembelajaran yang akan terus dipengaruhi oleh teknologi informasi. Ia berkeyakinan, metode yang sesuai dengan perkembangan teknologi akan menarik minat siswa dalam proses pembelajaran.
"Tren belajar ke depan adalah teknologi dijadikan alat untuk meng-encourage siswa sehingga muncul motivasi dan semangat belajarnya," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, kurikulum yang sukses adalah metode pembelajaran yang disampaikan kepada siswa dengan project base learning. Di sini, guru tidak hanya sebagai penyedia, tetapi juga membantu siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. "Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar terapan dan diskusi dengan sesama siswa. Metode belajar yang mengedepankan relevansi antara aspek teori dan praktek akan lebih melekat,” jelasnya.
Perwakilan dari Microsoft, Benny Kusuma yang memberikan paparan tentang Teknologi dalam Dunia Pendidikan menambahkan, metode pembelajaran yang menarik, akan menambah alasan anak-anak datang ke sekolah. "Jangan buat teknologi jika membuat anak-anak tidak semangat belajar karena hasil akhir pembelajaran adalah buat anak-anak itu sendiri," pesan Benny. Indonesia Edutech Expo 2020 diselenggarakan pada Kamis dan Jumat, 6-7 Februari 2020. Acara tersebut digelar sebagai upaya untuk memperluas wawasan masyarakat di dunia pendidikan, terutama terkait perkembangan teknologi.
4 Metode Belajar yang Efektif Buat Kamu
Terkadang, seorang pelajar atau siswa sekolah belajar dengan satu cara. Yakni, membaca materi pelajaran secara berulang-ulang. Harapannya, materi bisa diingat dengan baik. Tapi ternyata, cara itu kurang efektif. Ada satu penelitian yang menyebut bahwa membaca berulang-ulang itu tidak efektif. Kenapa tidak efektif? Ini karena jika kamu membaca sebuah materi untuk pertama kalinya, kamu bisa banyak menyerap informasi baru. Namun, ketika materi itu dibaca lagi untuk kedua atau ketiga, kamu pasti bersikap kalau kamu sudah pernah baca. Sehingga, kamu tidak sadar kalau kamu tidak memproses bacaan itu dengan mendalam. Di penelitian itu, orang yang membaca materi berulang kali justru tidak jadi lebih paham dibandingkan yang hanya membaca 1-2 kali saja.
Terus, gimana caranya belajar yang efektif itu? Berikut 5 metode yang dirangkum dari Rencanamu.id.
1. Latihan soal sendiri Sebaiknya, membaca materi pelajaran sekali saja. Kemudian, kamu bisa latihan soal sesering mungkin dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah ada di textbook atau pertanyaan yang kamu buat sendiri. Contohnya, saat kamu belajar tentang hubungan dagang Roma dan Yunani, maka kamu berhenti sejenak dan tanya dirimu kenapa Roma dan Yunani jadi mitra dagang? Awalnya bagaimana itu terjadi? Dengan latihan soal seperti itu, otak kamu akan memahami materi pelajaran dengan efektif. Jika salah, kamu bisa memperbaikinya dan kamu akan tahu kesalahan itu.
2. Dihubungkan dengan sesuatu yang sudah diketahui Cara lainnya ialah ketika belajar suatu materi yang baru kamu ketahui, coba kamu hubungkan dengan sesuatu yang sudah kamu ketahui sebelumnya. Contohnya, ketika kamu belajar Biologi dan neuron, maka akan berhubungan dengan myelin untuk menghantarkan listrik dengan cepat. Ini bisa dicontohkan dengan selang air yang dibolongi, maka air akan bocor. Sama halnya dengan neuron, jika myelin bocor maka listrik tidak bisa dialirkan dengan cepat.
3. Materi bisa divisualkan Jika kamu suka menggambar, maka hal ini bisa diterapkan ketika kamu belajar. Yakni dengan membuat diagram materi yang dipelajari. Ketika kamu membuat cara ini, maka kamu sudah melakukan pembelajaran yang aktif dengan menciptakan pemahamanmu sendiri. Ini akan jauh efektif daripada menelan materi yang kamu dapat.
4. Hindari sistem kebut semalam (SKS) Ada banyak penelitian yang membuktikan bahwa belajar dengan sistem kebut semalam (SKS) justru membuat kamu tidak bisa meresapi materi pelajarannya. Kalaupun ingat, nanti kamu cuma akan ingat saat kamu ujian saja tetapi sehabis ujian maka akan lupa lagi. Lebih parahnya lagi kamu malah tidak akan paham. Untuk itu, agar materi bisa benar-benar kamu pahami maka ada baiknya kamu membaca materi pelajaran secara berkala. Bisa selama 20 menit saja. Intinya, jangan sampai kamu belajar dadakan dan memaksakan diri untuk belajar dengan waktu yang lama atau memasukkan banyak materi secara bersamaan.
Link Artikel : javascript:nicTemp();