MAKALAH ARTIKEL KURIKULUM
Keseragaman Kurikulum Pendidikan Masih Jadi Persoalan
Pendiri Sekolah Terapung atau Floating School Rahmat Hidayat mengatakan, sistem pendidikan terkait keseragaman kurikulum saat ini masih menjadi persoalan. Ia mencontohkan masalah pendidikan yang dialami oleh masyarakat di wilayah kepulauan. Rahmat menuturkan, masyarakat belum mendapatkan materi pendidikan yang kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan.
“Di Kepulauan Spermonde (Sulawesi Selatan), ada 117 pulau, di perbatasan Sulawesi dan Kalimantan, faktanya banyak sekali masalah pendidikan yang sangat kompleks di daerah tersebut,” kata Rahmat dalam webinar yang digelar British Council bertajuk Gerakan Anak Muda Bagi Inklusi Sosial di Indonesia, Minggu (6/9/2020). Menurut Rahmat, kurikulum yang diterapkan di sekolah masih seragam. Artinya kurikulum bagi siswa yang tinggal di wilayah perkotaan, tidak jauh berbeda dengan kurikulum yang diterima siswa di wilayah kepulauan. Padahal, kata Rahmat, anak-anak yang tinggal di wilayah kepulauan seharusnya diberikan materi yang berhubungan dengan kemaritiman.
Misalnya, materi tentang pengelolaan hasil laut, cara menangkap ikan tanpa merusak biota laut sampai soal kelestarian lingkungan.
Ketidaksesuaian kurikulum ini pun membuat banyak anak-anak di wilayah kepulauan justru meninggalkan kampungnya setelah lulus sekolah menengah atas (SMA). “Kurikulum yang kita pakai masih seragam sampai saat ini. One size fit all curriculum,” kata Rahmat. “Padalah masyarakat Pulau ini mengelola laut yang begitu luas, banyak cara-cara penangkapan ikan yang merusak laut dan itu tidak ditekankan bagaimana generasi muda kita bisa lebih menjaga lingkungan,” ungkap Rahmat.
Oleh sebab itu, ia menginisiasi gerakan sosial di dengan memberikan pembelajaran kontekstual yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pada 2016 lalu, Rahmat bersama beberapa rekannya mendirikan sekolah nonformal di Makassar yang mengakomodasi materi belajar berbasis muatan lokal. “Karena lagi-lagi, di sini belajar dengan menggunakan kurikulum perkotaan. Mereka memang tidak terakomodasi kepentingannya, kebutuhannya dari sisi kebijakan pemerintah,” ucap Rahmat. "Sehingga, banyak dari mereka ketika mereka pun berhasil lulus SMA, banyak yang pergi meninggalkan pulaunya. Jadi tidak ada lagi yang peduli tentang keadaan pulaunya di masa depan,” tutur dia.
Kurikulum sebagai Kendaraan
Harapan dan antusiasme bercampur dengan kecemasan dan keraguan dalam wacana publik soal rencana pelaksanaan Kurikulum 2013. Berbagai respons dan sikap ini menandakan kepedulian dan rasa memiliki yang besar terhadap pembangunan pendidikan di Indonesia. Kehangatan respons publik, terutama dari masyarakat pendidikan, merupakan prakondisi menggembirakan terhadap strategi pembangunan pendidikan nasional jangka panjang. Sikap positif dan dukungan terhadap rencana pemberlakuan Kurikulum 2013 dilandasi pemikiran bahwa memang perubahan kurikulum sudah selayaknya dilakukan untuk merespons transformasi zaman dan kebutuhan abad ke-21. Para pendukung berharap sekolah bisa menyiapkan peserta didik menjadi pribadi berkarakter mulia serta punya pengetahuan dan keterampilan yang relevan untuk bisa berpartisipasi dan berkontribusi di masyarakat abad ke-21.
Sebaliknya, kecemasan dan keraguan yang melandasi berbagai sikap, mulai dari kritik tajam sampai penolakan, menunjukkan ketidakpercayaan bahwa Kurikulum 2013 merupakan solusi bagi berbagai masalah pendidikan di Indonesia. Perspektif yang tepat mengenai fungsi, peran, dan konteks kurikulum akan membantu para pemangku kepentingan sistem pendidikan nasional (baik pendukung maupun pengkritik) bisa bekerja sama mencapai tujuan bersama bangsa ini melalui pembangunan pendidikan, sambil tetap menghormati ruang untuk bisa ”sepakat untuk berbeda dan tidak sepakat”. Ditinjau dari asal katanya dalam bahasa Latin, currere, kurikulum bisa berarti ’kendaraan’. Jadi, kurikulum bukan merupakan segala sesuatunya dalam suatu sistem pendidikan. Kurikulum merupakan alat mencapai suatu tujuan dan membutuhkan keandal- an penggunanya. Sama seperti kendaraan apa pun, banyak ketidaksempurnaan dalam setiap kurikulum. Dalam perspektif kepentingan bangsa dan negara, kendaraan kurikulum ini akan berfungsi dan berperan baik jika para pelaku dan pemerhati punya kejelasan tujuan dan visi bersama, peta jalan yang benar, serta keandalan dalam pemanfaatan kendaraan.
Visi bersama Pembangunan pendidikan perlu visi bersama yang bisa mengikat para pejabat dalam sistem pendidikan pada tingkat nasional maupun daerah untuk menghasilkan dan melaksanakan kebijakan dengan derajat koherensi dan konsistensi yang melebihi masa jabatan. Visi dan misi pendidikan nasional seperti tertuang dalam Pasal 3 dan penjelasannya dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: mengembangkan potensi peserta didik agar jadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkarakter mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta jadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Perumusan normatif visi dan misi ini butuh penjelasan, sosialisasi, dan internalisasi lebih lanjut kepada semua pemangku kepentingan agar kesinambungan pembangunan pendidikan nasional bisa melampaui masa jabatan menteri dan jajarannya. Koherensi sistem dan kebijakan pendidikan dengan visi pembangunan pendidikan dan kemajuan bangsa melalui pendidikan mencakup tiga isu sentral: sentralisasi-desentralisasi, komitmen pendidikan untuk semua, dan kejelasan sasaran. Fenomena penyusunan-pengesahan suatu kebijakan pendidikan, pengajuan uji materi, dan pembatalan kebijakan itu akhir-akhir ini menunjukkan kurangnya koherensi antara tujuan, sistem, dan kebijakan. Kita berharap di kemudian hari energi dan sumber daya tidak terbuang sia-sia dalam pertarungan antara pembuat dan penentang kebijakan.
Peta jalan mengidentifikasi berbagai strategi yang tepat dan berkontribusi terhadap pencapaian-pencapaian yang diharapkan. Kadang kala satu strategi akan berkontribusi terhadap satu pencapaian, tetapi dikhawatirkan akan menghambat pencapaian yang lain. Misalnya, strategi pengadaan buku pedoman kurikulum dan buku teks oleh pemerintah pusat diharapkan bisa menjamin pemerataan mutu materi pembelajaran untuk semua daerah. Terungkapnya contoh beberapa buku teks yang tidak layak pakai bagi peserta didik karena kecerobohan pada tingkat daerah dan satuan pendidikan dalam seleksi buku teks, serta kurangnya komitmen sebagian kepala daerah dalam pembangunan pendidikan, menjustifikasi kembalinya sentralisasi bagi beberapa kepentingan. Sebaliknya, sebagian kritikus mencemaskan tergerusnya kebinekaan dalam materi pembelajaran. Maka dari itu pemetaan dan pemilihan strategi pencapaian tujuan pendidikan membutuhkan kejelasan interpretasi visi dan misi pendidikan serta pandangan holistik dan sistemik yang diperkuat oleh basis data. Keandalan pengendara Kendaraan secanggih Mercedes pun bisa mengakibatkan kematian bagi penumpangnya (ingat kecelakaan Lady Diana) jika penggunaannya tidak benar. Faktor sangat penting dalam keberhasilan (atau kegagalan) dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 adalah guru sebagai pengendaranya. Pemerintah sudah berupaya sangat keras untuk meningkatkan kompetensi guru melalui berbagai strategi. Salah satunya adalah peningkatan kesejahteraan guru melalui program sertifikasi. Namun, sayangnya, survei Bank Dunia menunjukkan bahwa sertifikasi guru ternyata tidak mengubah perilaku dan praktik mengajar guru serta belum meningkatkan prestasi guru dan siswa secara signifikan (Kompas, 18 Desember 2012). Hal itu berarti pemerintah harus lebih bersungguh-sungguh dan berupaya lebih keras lagi—dan cerdas—untuk meningkatkan dedikasi dan kompetensi guru, serta merancang strategi pengembangan profesionalisme guru mulai dari masa prajabatan di lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) sampai dengan pengembangan dalam masa jabatan. Salah satu hal positif dalam program sertifikasi guru yang terungkap dalam survei Bank Dunia adalah adanya peningkatan minat kaum muda memilih profesi guru. Dampak sementara ini seharusnya dianggap sebagai momentum emas untuk memperbaiki profesi guru secara menyeluruh. Dua faktor yang menjadi benang merah di antara negara-negara yang mempunyai tingkat keberhasilan tinggi dalam pembangunan pendidikan bukan standar nasional, sentralisasi-desentralisasi, pembiayaan, dan kurikulum, melainkan kultur masyarakat dan kualitas guru. Sementara transformasi budaya merupakan prakondisi dan sekaligus capaian jangka panjang yang bisa ditetapkan untuk pembangunan pendidikan, peningkatan kualitas guru merupakan prasyarat penting bagi keberhasilan pelaksanaan Kurikulum 2013 dan kurikulum selanjutnya. Pilihan mendukung, menolak, atau mendukung dengan catatan tentunya membawa konsekuensi masing-masing. Ketika kendaraan sudah dipacu untuk melaju, kepentingan peserta didik dan bangsa seyogianya jadi bahan bakar yang menggerakkan. Kritik terhadap Kurikulum 2013 sebenarnya bisa dipilah menjadi catatan perbaikan substansial dan ketidakpuasan terhadap prosedur (misalnya pelaksanaan uji coba, jadwal, dan sebagainya). Dibutuhkan wawasan, kedewasaan emosional, dan kearifan untuk mengolah berbagai kegaduhan dan mengendalikan diri agar para penumpang di dalam kendaraan tidak menjadi bingung dan tersesat.
Jokowi Minta Edukasi dan Mitigasi Bencana Masuk Kurikulum Pendidikan
Presiden Joko Widodo meminta kementerian serta lembaga terkait untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana. Hal itu dikatakan Presiden dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (7/1/2019). "Saya ingin mengingatkan, kita harus terus meningkatkan daya tahan kita, kesiapsiagaan kita dalam menghadapi bencana," ujar Presiden Jokowi. Presiden mengatakan, sudah selayaknya pemerintah bersama DPR mengalokasikan anggaran lebih besar untuk mengedukasi dan meningkatkan mitigasi bencana di masyarakat.
"Sebagai negara di tempat rawan bencana alam, ring of fire, kita harus siap merespons dan tanggung jawab menghadapi segala bencana alam. Saya minta edukasi lebih baik, konsisten dan lebih dini bisa masuk ke dalam muatan sistem pendidikan kita," ujar Presiden Jokowi. Ia yakin, jika muatan edukasi dan mitigasi bencana masuk dalam materi pendidikan di sekolah, Indonesia akan jauh lebih siap dalam menghadapi bencana alam.
Pada 2018, medio 1 Januari-14 Desember 2018, Indonesia diterpa 2.426 bencana alam. Angka ini jauh di bawah bencana 2017 yang tercatat 2.862 peristiwa. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkap jumlah korban meninggal dunia dan yang hilang melonjak hingga 1.072 persen.
Berdasarkan data BNPB, bencana pada 2017 menelan korban jiwa 378 orang. Sedangkan pada 2018, jumlah korban meninggal dan hilang mencapai 4.231 orang. Selain itu, jumlah korban luka-luka, mengungsi, rumah rusak akibat bencana juga meningkat pada 2018. Dilansir dari data BNPB, pada 2018 terdapat 6.948 korban luka-luka, 9.956.410 korban mengungsi, dan 341.226 unit rumah rusak berat. Jika dibanding 2017 yang sebanyak 997 korban luka-luka, 3.612.630 korban mengungsi, dan 9.327 unit rumah rusak berat akibat bencana. Beberapa bencana alam yang menelan banyak korban, antara lain gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat dan gempa bumi disertai tsunami di Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Moutong, Sulawesi Selatan.
Kurikulum Darurat Buat Bingung, Bosan dan Berang, Ini Saran GNI untuk Pemda
Dalam pelaksanaanya, pelaksanaan Kurikulum Darurat yang dicanangkan Kemendikbud masih belum semulus yang diharapkan. Masih ditemui kendala dalam pelaksanaannya, mulai dari soal sosialisasi hingga dukungan Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah. Hal ini mengemuka dalam webinar yang digelar Yayasan Gugah Nurani Indonesia (GNI) bertajuk "Strategi Daerah Mengimplementasikan Kurikulum Darurat di Daerah" yang digelar pada Jumat, 27 November 2011. Guru Besar Universitas Negeri Medan (Unimed), Prof. Sri Minda Murni menegaskan kebijakan penggunaan kurikulum darurat tidak cukup sebatas sosialisasi. Pemda harus memberikan pelatihan dan pendampingan kepada guru. Prof. Minda mengungkapkan, kurikulum darurat dalam tataran pelaksanaan justru menimbulkan 3B di masyarakat; Bingung buat guru, Bosan bagi siswa, dan membuat Berang orangtua. Oleh karena itu, pelatihan dan pendampingan guru menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan kurikulum darurat di daerah. "Kegiatan ini dibutuhkan agar guru mampu menguasai kurikulum darurat dan modul belajar. Sampai nanti guru mampu membuat modul sendiri. Karena sesungguhnya modul terbaik itu adalah buatan guru. Bagaimanapun mereka yang paling tahu kondisi nyata siswanya,” tegasnya.
4 rekomendasi bagi pemda
Menanggapi masih terjadi kendala dalam pelaksanaan kurikulum darurat, Country Director Gugah Nurani Indonesia (GNI) Setyo Warsono mendorong pemda melakukan langkah progresif untuk mengurangi beban belajar anak di masa pandemi Covid-19. Setyo menyampaikan pihaknya merekomendasikan empat poin berikut;
Pertama, pemda diminta segera menggunakan kurikulum darurat untuk mengurangi beban mengajar guru dan beban belajar siswa. Termasuk mengurangi beban orangtua untuk mendampingi anak belajar di rumah.
Kedua, dinas pendidikan membuat kebijakan untuk mengarahkan guru menggunakan kurikulum darurat. Kebijakan ini dibutuhkan agar guru tidak ragu. Tidak ada kebijakan dari dinas Pendidikan menjadi alasan utama, guru tidak menggunakan kurikulum darurat.
Ketiga, kebijakan dinas pendidikan untuk menggunakan kurikulum darurat harus diikuti dengan pelatihan dan pendampingan.
Keempat, media massa dan masyarakat perlu mendorong pemda agar pemda membuat kebijakan penggunaan kurikulum darurat. Lebih lanjut Setyo Warsono mengungkapkan pihaknya mendukung pemda di 10 provinsi mitra GNI untuk menggunakan kurikulum darurat. Bersama pemda, GNI akan memberikan pelatihan dan pendampingan teknis kepada guru. Kisah sukses kurikulum darurat
Salah satu daerah di Indonesia yang progresif menggunakan kurikulum darurat adalah Kabupaten Tana Tidung (KTT) di Kalimantan Utara. Begitu Mendikbud Nadiem Makarim merilis kurikulum darurat Agustus lalu, KTT langsung mengadaptasi. “Ada empat alasan kami memilih kurikulum darurat, yaitu kompetensinya sudah difokuskan kepada kompetensi pra syarat dan esensial, kami tidak perlu lagi memilih kompetensi sendiri, isinya selaras dengan program KTT, dan dilengkapi dengan modul belajar literasi dan numerasi,” ungkap Jafar Sidik, Kepala Dinas Pendidikan KTT. Guna memastikan guru mampu menggunakan kurikulum darurat, Disdik KTT membuat lima kebijakan. Bekerja sama dengan Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) dan Kemdikbud dalam melatih tim pengembang kurikulum KTT. Tim ini dilatih untuk memahami dan mengadaptasi kurikulum darurat. Mengadaptasi modul belajar Kemdikbud kedalam lembar aktivitas siswa (LAS) yang sudah dikerjakan KTT sejak Juni. Melatih semua guru dari tingkat SD dan SMP untuk memodifikasi kurikulum darurat dan modul belajar kedalam LAS. Materi LAS digunakan baik dalam belajar tata muka (BTM) dan belajar dari rumah (BDR). Membangun sistem pelaporan sekolah berbasis website untuk memonitoring perkembangan penggunaan kurikulum darurat. “Kebijakan ini kami buat agar anak-anak di KTT mendapatkan pelayanan terbaik selama masa pandemi Covid-19,” terangnya.
Manfaat bagi guru
Asdiana, Guru SDN 001 Tana Tidung mengatakan Disdik KTT tidak hanya mewajibkan guru menggunakan kurikulum darurat, tetapi juga menyediakan pelatihan dan pendampingan. Pelatihan dan pendampingan dilakukan terus menerus melalui kelompok kerja guru (KKG). ”Kebijakan ini membuat kami sebagai guru, lebih nyaman menjalankan program pembelajaran jarak jauh,” terangnya. Asdiana mengatakan ada empat manfaat yang dirasakan guru, setelah menggunakan kurikulum darurat. Pertama, mengurangi kebingungan guru. Pada awal PJJ lalu, banyak guru bingung memilih kompetensi dasar (KD) untuk diajarkan kepada siswa. Sekalipun Kemdikbud memberi kebebasan kepada guru memilih KD, namun banyak guru yang tidak mampu melakukannya. Melalui pengurangan KD yang dilakukan Kemdikbud, guru menjadi terbantu. ”Saya sendiri baru tahu kalau kompetensi di kurikulum 2013 bisa dikurangi. Sebelumnya saya tidak pernah mendengar istilah kompetensi pra-syarat dan esensial. Setelah mendapat pelatihan penggunaan kurikulum darurat, barulah saya tahu,” tukasnya saat mempresentasikan materi Praktik Baik Penggunaan Kurikulum Darurat. Kedua, pengurangan KD membuat beban mengajar guru berkurang. Asdiana mengatakan, guru tidak perlu lagi mengajarkan banyak KD. Guru bisa fokus mengajarkan kompetensi untuk membangun keterampilan literasi, numersi, dan karakter siswa. Keterampilan ini merupakan pondasi belajar yang dibutuhkan, agar siswa mampu belajar pada level pendidikan selanjutanya,” tambahnya. Ketiga, selain kurikulum darurat, Kemdikbud juga menyediakan modul belajar numerasi dan literasi. Modul ini dirancang sistematik dan mudah digunakan. Konten modul secara spesifik membekali siswa dengan keterampilan membaca dan berhitung. Penggunaan modul ini efektif mengurangi beban belajar siswa. Anak menjadi senang belajar. Termasuk juga mengurangi beban orangtua untuk mendampingi anak belajar. Mereka bisa mendampingi anak belajar kapan saja. Keempat, jika biaya penggandaan modul terlalu mahal, maka guru dapat melakukan adaptasi sesuai kemampuan keuangan sekolah dan kebutuhan belajar siswa.
”Di KTT, kami mengadaptasi modul belajar kedalam lembar aktivitas siswa (LAS). Adaptasi modul ini kami lakukan untuk memperkuat konten LAS yang sudah kami buat sejak Juni kemarin,” tambahnya. Sofie Dewayani, Tenaga Ahli Pembuatan Kurikulum Darurat dan Modul Belajar, Pusat Asesmen dan Pembelajaran (Pusmenjar) Kemendikbud mengatakan apapun bahan ajar yang dibuat Kemendikbud tidak harus dianggap sebagai satu-satunya materi belajar yang merefleksikan kurikulum. Ia mendorong guru dan pemda melakukan adaptasi bahan ajar sesuai kondisi daerah. Pelatihan dan pendampingan dapat dilakukan untuk meningkatkan kapasitas guru melakukan memodifikasi modul belajar Kemendikbud.
Mendikbud: Kurikulum yang Sesungguhnya adalah Para Guru
Sosok guru dalam proses pembelajaran seorang siswa dinilai sangat vital. Oleh karenanya, guru mesti memberi teladan pada muridnya dalam proses pendidikan. “Kurikulum yang sesungguhnya adalah para guru. Maka, guru harus bisa memberikan teladan kepada anak muridnya," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam siaran tertulis, Sabtu (30/6/2018). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan bantuan pendampingan kurikulum 2013 kepada sekolah-sekolah. Kegiatan itu di antaranya digelar di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Jawa Tengah, Kamis (28/6/2018) lalu. (Baca: Pemerintah Optimistis Mampu Terapkan Kurikulum 2013 Tahun Ini) Muhadjir berpesan pada para guru agar pembelajaran juga jangan terlalu kaku pada ketetapan kurikulum.
Oleh karenanya, ia berharap para kepala sekolah mampu membantu para guru memahami perannya sebagai pendidik, bukan sekadar pengajar. Maka dari itu, pembelajaran yang diterapkan di sekolah haruslah fleksibel serta mampu memberikan ruang yang cukup untuk pengembangan diri siswa. Sebelumnya, Muhadjir menjelaskan bahwa Kemendikbud telah menggulirkan beragam kebijakan dalam rangka merestorasi pendidikan nasional melalui sistem persekolahan. Mendikbud pun mengajak para kepala sekolah yang hadir siang itu untuk menyelami dan merenungkan inti dari kebijakan yang ditempuh pemerintah selama dua tahun terakhir ini.
Restorasi pendidikan dimulai dari revitalisasi komite sekolah, pengaturan hari sekolah yang diperkuat oleh Instruksi Presiden mengenai Penguatan Pendidikan Karakter, penerapan sistem zonasi, penyesuaian beban kerja guru, serta penguatan peran kepala sekolah. "Satu sama lainnya saling berkelindan," ujarnya.
Target implementasi Kurikulum 2013 Plt. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Hamid Muhammad mengatakan, saat ini terdapat sekitar 78.000 sekolah yang memasuki tahap akhir implementasi Kurikulum 2013. "Tahun ini adalah tahun terakhir pelatihan dan pendampingan Kurikulum 2013. Tahun ini semua sekolah harus menggunakan Kurikulum 2013 tanpa kecuali," kata Hamid. Pendampingan sekolah penerima bantuan akan dilaksanakan mulai Agustus sampai Desember 2018. Pendampingan untuk memperkuat pemahaman mengenai Kurikulum 2013 dan perubahannya di lapangan serta membantu mengatasi berbagai kendala yang muncul saat pelaksanaan kurikulum tersebut di sekolah.
Para pendamping diharapkan dapat mencermati dengan mendalam terkait apa saja yang terjadi di kelas.
Adapun target dari implementasi Kurikulum 2013 yang pertama adalah perubahan pendidikan karakter yang terintegrasi di sekolah, baik intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun kokurikuler. Kedua, perubahan budaya literasi di sekolah. Misalnya, guru dapat menargetkan siswanya untuk menuntaskan 4 hingga 5 buku bacaan per tahun. "Anak-anak jangan cuma disuruh untuk menghafal. HOTS (higher order thinking skills) itu bukan hanya milik anak SMA saja. Tetapi sejak dini harus diperkenalkan kepada peserta didik kita," ujarnya.
Target ketiga, sekolah harus mampu memperkenalkan dan melatih keterampilan abad ke-21 ke peserta didik. “Siswa harus dilatih untuk berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan mampu berkolaborasi,” kata dia. Terkait pendampingan di daerah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T), Hamid menegaskan akan memberikan penanganan secara khusus kepada sekolah-sekolah tersebut. "Kami, melalui LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) yang akan mendatangi sekolah-sekolah tersebut," katanya.
Guru, Ini Prinsip "PELANGI" dalam Penerapan Kurikulum Darurat
Pandemi Covid-19 membuat kegiatan belajar mengajar masih harus dilakukan dari rumah. Untuk memastikan murid tetap mendapatkan pembelajaran bermakna, selama pandemi Covid-19 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membolehkan sekolah untuk menyederhanakan kurikulum sesuai dengan kebutuhan para siswa. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus. “Kurikulum pada satuan pendidikan dalam kondisi khusus memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa,” jelas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim dalam taklimat media Penyesuaian Kebijakan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 secara virtual, Jumat (7/8/2020).
Pemerintah juga melakukan relaksasi peraturan bagi guru dalam mendukung kesuksesan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
Guru tidak lagi diharuskan memenuhi beban kerja 24 jam tatap muka dalam satu minggu. Sehingga, guru dapat fokus memberikan pelajaran interaktif kepada siswa tanpa perlu mengejar pemenuhan jam. Merangkum dari laman Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Pengawas SMK Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 1 Provinsi Jawa Barat Dina Martha Tiraswati menjelaskan implementasi Kurikulum Darurat melalui prinsip "PELANGI", yakni: P (Programme) Satuan pendidikan pada kondisi khusus pada semua jenjang pendidikan dapat memilih dari tiga opsi kurikulum, yakni:
· tetap mengacu pada kurikulum nasional
· menggunakan kurikulum darurat atau
· melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri
Pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan usia dan tahap perkembangan peserta didik pada pendidikan anak usia dini (PAUD). Termasuk capaian kompetensi pada kurikulum, kebermaknaan, dan kebermanfaatan pembelajaran untuk pendidikan dasar dan menengah, termasuk pada pendidikan khusus dan program pendidikan kesetaraan.
E (Evaluation) Melalui evaluasi, guru akan mengetahui apakah proses pembelajaran yang telah dilakukannya dapat memberikan perubahan kompetensi pada siswa. Guru juga memahami kendala yang dihadapi siswa, seperti tidak mempunyai telepon pintar, kendala jaringan internet, dan kuota sehingga pembelajaran bisa disesuaikan dengan kemampuan serta kebutuhan peserta didik.
Sehingga, pembelajaran dapat difokuskan pada tahapan dan kebutuhan siswa, fokus pada penguasaan kompetensi, berpusat pada peserta didik untuk membangun kepercayaan dan keberhargaan dirinya.
L (Learning) Kurikulum khusus diharapkan dapat dilakukan melalui pembelajaran aktif, yakni pembelajaran yang mendorong keterlibatan penuh peserta didik dalam perkembangan belajarnya, mempelajari bagaimana dirinya dapat belajar, merefleksikan pengalaman belajarnya, dan menanamkan pola pikir bertumbuh. Demikian juga kepada semua pihak yang terlibat dalam pembelajaran, diharapkan dapat menciptakan rasa aman, saling menghargai, percaya, dan peduli, terlepas dari keragaman latar belakang peserta didik.
A (Assessment) Untuk membantu siswa yang terdampak pandemi dan berpotensi tertinggal, guru perlu melakukan asesmen. Asesmen diagnostik ini dilakukan di semua kelas secara berkala untuk mendiagnosis kondisi kognitif dan non-kognitif siswa sebagai dampak pembelajaran jarak jauh. Asesmen non-kognitif ditujukan untuk mengukur aspek psikologis dan kondisi emosional siswa, seperti kesejahteraan psikologi dan sosial emosi siswa, kesenangan siswa selama belajar dari rumah serta kondisi keluarga siswa. Sementara, asesmen kognitif ditujukan untuk menguji kemampuan dan capaian pembelajaran siswa. Hasil asesmen digunakan sebagai dasar pemilihan strategi pembelajaran serta pemberian remedial atau pelajaran tambahan bagi peserta didik yang paling tertinggal.
N (Non-Discriminative) Pembelajaran harus bebas dari diskriminasi suku, agama, ras dan antar golongan (sara), tidak meninggalkan peserta didik manapun, termasuk peserta didik berkebutuhan khusus/penyandang disabilitas serta memberikan pengembangan ruang untuk identitas, kemampuan, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran juga harus mencerminkan dan merespons keragaman budaya Indonesia yang menjadikannya sebagai kekuatan untuk merefleksikan pengalaman kebinekaan serta menghargai nilai dan budaya bangsa. Termasuk berorientasi sosial, yaitu mendorong peserta didik untuk memaknai dirinya sebagai bagian dari lingkungan serta melibatkan keluarga dan masyarakat.
G (Going to Fun) Pembelajaran yang menyenangkan akan mendorong peserta didik untuk senang belajar dan terus menumbuhkan rasa tertantang bagi dirinya.
Sehingga, dapat memotivasi diri, aktif dan kreatif serta bertanggung jawab pada kesepakatan yang dibuat bersama. Meski begitu, pembelajaran tetap berorientasi pada masa depan, yaitu pembelajaran yang mendorong peserta didik mengeksplorasi diri untuk kebutuhan masa depan sehingga mampu menjadi warga dunia yang bertanggung jawab dan berdaya. I (Interactive) Kurikulum darurat merupakan penyederhanaan dari kurikulum nasional. Pada kurikulum tersebut dilakukan pengurangan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran. Sehingga, guru dan siswa dapat fokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya. Khusus bagi PAUD dan sekolah dasar, Kemendikbud juga menyediakan modul-modul pembelajaran yang diharapkan dapat membantu proses belajar dari rumah, mencakup uraian pembelajaran berbasis aktivitas untuk guru, orang tua, dan peserta didik. Sedangkan untuk jenjang pendidikan SD, modul belajar mencakup rencana pembelajaran yang mudah dilakukan secara mandiri oleh pendamping, baik orang tua maupun wali. Orangtua diharapkan aktif berpartisipasi dalam kegiatan proses belajar mengajar di rumah, guru dapat terus meningkatkan kapasitas untuk melakukan pembelajaran interaktif, dan sekolah dapat memfasilitasi kegiatan belajar mengajar dengan metode yang paling tepat. Kerja sama secara menyeluruh dari semua pihak dinilai sangat diperlukan guna menyukseskan pembelajaran di masa pandemi Covid-19.
Link artikel : javascript:nicTemp();