KUMPULAN ARTIKEL MODEL PEMBELAJARAN
16 Jul 2021 3793 MODEL PEMBELAJARAN
Model Pembelajaran Tahun
Ajaran Baru Akan Mengikuti Kondisi
Gugus
Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyelenggarakan talk show dengan tema
"Lembaga Pendidikan yang Adaptif Terhadap Kebiasaan Baru" (9/6/2020).
Dalam tayangan yang dibawakan Kristomei Sianturi, Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas
Percepatan Penanganan Covid-19 menghadirkan Kepala Biro Kerja Sama dan Humas
(Kemendikbud) Evy Mulyani menjadi salah satu narasumber. Evy Mulyani
mengatakan, dimulainya tahun ajaran baru tidak dilakukan secara tatap muka.
Model pembelajaran akan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pandemi
Covid-19. “Yang ingin saya sampaikan adalah klarifikasi bahwa ketika kita
bicara tahun ajaran baru ini tidak sama dengan kegiatan belajar mengajar tatap
muka disekolah atau pembukaan sekolah artinya bahwa tahun ajaran baru yang
dimaksud adalah dimulainya tahun pelajaran baru 2020/2021,” jelas Evy. Evy
menuturkan, nantinya model pembelajaran akan tergantung pada perkembangan
kondisi Covid-19, mungkin pembelajaran dilakukan seperti tiga bulan terakhir.
“Artinya model pembelajaran akan sangat tergantung pada perkembangan kondisi.
Model pembelajaran pertama yang utama sebagian besar sekolah akan melakukan
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) seperti yang sudah dilakukan tiga bulan terakhir
ini,” ujar Evy.
Terkait model pembelajaran Evy, mengatakan mempunyai berbagai alternatif tetapi tetap memerlukan kerjasama antara guru dan orangtua. “Terkait Pembelajaran Jarak Jauh ini sebagaimana kita ketahui bersama kita sudah mempunyai berbagai alternatif tentunya melalui internet, melalui stasiun televisi, melalui radio dan sebenarnya banyak tersedia modul yang dapat digunakan atau dipelajari mandiri,” ucap Evy. Ia melanjutkan “tentunya memerlukan kerja sama atau kolaborasi yang sangat baik antara guru dan orangtua,” kata Evy. Evy menegaskan Kemendikbud terus melakukan kajian dan berkolaborasi dengan berbagai instansi terkait guna memberikan kebijakan yang baik untuk dunia pendidikan. “Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus melakukan kajian analisis yang tentunya harus sangat komprehensif dan akuntabel kemudian koordinasi termasuk juga dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19,” ujarnya. Ia melanjutkan, “Kami mengutamakan menetapkan prioritas kesehatan dan keselamatan insan pendidikan; siswa, guru dan juga orangtua.”
Bosan PJJ Itu-itu Saja? Ini 6 Model Pembelajaran Inovatif bagi Siswa
Sejak
pertengahan Maret 2020, siswa sekolah mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Selama beberapa bulan itu pasti siswa mengalami rasa bosan. Sebab, metode
pembelajaran yang diberikan guru atau sekolah hanya itu-itu saja. Padahal, ada
banyak metode yang bisa diberikan agar siswa tetap semangat menimba ilmu. Meski
dalam masa pandemi Covid-19, siswa harus tetap semangat. Tetapi, hal ini
menjadi tantangan tesendiri bagi dunia pendidikan. Baca juga: Strategi Hadirkan
Pembelajaran Inovatif dan Menyenangkan dari Rumah Salah satunya adalah
menerapkan pembelajaran jarak jauh yang sarat akan kreativitas dan inovasi.
Nah, mau tahu model-model pembelajaran inovatif apa saja yang dapat diterapkan?
Melansir akun Instagram Platform Rumah Belajar Kemendikbud RI, Kamis (27/8/2020),
berikut ini 6 model pembelajaran inovatif:
1.
Discovery-Inquiry
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email
Rangkaian kegiatan belajar yang menekankan pada proses berpikir kritis dan
analitis untuk mencari dan menemukan jawaban dari suatu masalah yang
dipertanyakan.
2.
Flipped classroom Pembelajaran yang membalik
metode tradisional di mana materi biasanya diberikan pada proses pembelajaran
tetapi materi diberikan sebelum proses pembelajaran.
3.
Project based learning Pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada pendidik untuk mengelola pembelajaran di kelas
dengan melibatkan kerja proyek.
4.
Blended learning
dengan blog Pembelajaran yang menggunakan blog untuk mencapai tujuan
pendidikan.
5.
Berbasis gim
Pembelajaran yang menggunakan permainan atau gim digital untuk tujuan
pembelajaran. Baca juga: Siswa, Simak Perjalanan Kurikulum di Indonesia
6.
Self organized
learning environments (sole) Pembelajaran yang menitikberatkan proses
pembelajaran mandiri dengan memanfaatkan internet dan perangkat pintar yang
dimilikinya.
Meramu
Model Pembelajaran Kewirausahaan yang Ideal
SEORANG guru mempertanyakan proses
pembelajaran kewirausahaan yang biasa ditawarkan oleh sekolah bisnis atau di
Indonesia dikenal sebagai Fakultas Ekonomi dan Bisnis (Fakultas Bisnis atau
Fakultas Ekonomi saja, pada beberapa kampus). Menurut dia, tidak tepat jika ada
siswa di sekolahnya yang ingin menjadi wirausaha lalu melanjutkan studi di
fakultas tersebut. Baginya untuk menjadi wirausaha, tidak harus ke sekolah bisnis,
karena tidak dibekali keahlian dan keterampilan yang dapat dijual untuk
dijadikan modal berwirausaha. Ia memberi contoh siswa yang berkuliah di
Fakultas Seni Rupa dan Desain, yang begitu lulus barangkali sudah dapat menjual
keahliannya dalam merancang suatu produk atau interior. Usaha dibuka
berdasarkan keahlian itu. Jika siswa berkuliah di program studi manajemen,
misalnya, begitu lulus tentu berbeda. Intinya adalah, menurut guru itu, yang
terpenting bukan belajar kewirausahaannya, tetapi punya keahlian untuk berkarya
sebagai modal untuk berwirausaha. Proses kewirausahaan dapat dipelajari secara
learning by doing.
Bukan
bermaksud menghakimi guru itu, pemahamannya mungkin mewakili sebagian kalangan
yang punya pandangan sama. Menjual keahlian apakah sama dengan berwirausaha?
Semestinya tidak demikian, karena ini berarti pengacara, dokter, notaris dan
sebagainya adalah wirausaha juga. Sejatinya mereka adalah profesional bukan
wirausaha.
Barangkali
arti berwirausaha dalam semangat kewirausahaan harus dikembalikan ke pengertian
kewirausahaan seperti yang dikemukakan oleh Hisrich (2008) yaitu sebagai proses
menciptakan sesuatu yang baru dan memiliki nilai dengan mengorbankan waktu dan
tenaga, melakukan pengambilan risiko finansial, fisik, maupun sosial, serta
menerima imbalan moneter serta kepuasan dan kebebasan pribadi. Menggarisbawahi
pengertian tersebut, di dalam kewirausahaan harus ada sesuatu yang baru
(inovatif) dan punya nilai (value) bagi pelanggan. Untuk mencapai itu tidaklah
mudah, karena ada pengorbanan waktu dan tenaga, serta pengambilan risiko secara
finansial (untung atau rugi), fisik (rasa lelah mendera) dan sosial (mungkin
ada penolakan dari konsumen atau masyarakat). Dengan demikian jika mahasiswa
berkuliah di program studi yang arahnya pada profesi tertentu, mereka akan
dididik menjadi profesional bukan wirausaha. Lalu, bagaimana dengan mahasiswa
yang belajar di sekolah bisnis namun ingin menjadi wirausaha? Nah, barangkali
inilah masalah yang terjadi di banyak sekolah bisnis di Indonesia yang
menyatukan pendidikan menjadi wirausaha dengan menjadi profesional. Belakangan
menjadi profesional pun diarahkan untuk memiliki jiwa kewirausahaan. Yang ini
tentu tidak salah. Jiwa kewirausahaan seperti kreatif, inovatif, proaktif,
mengambil risiko terukur, tajam mengidentifikasi peluang dan sebagainya,
dibutuhkan oleh profesional masa kini. Yang menjadi masalah jika proses
pembelajaran seorang profesional menjadi sama dengan menjadi wirausaha. Tentu
sasaran yang ingin dicapai sulit untuk diraih. Di beberapa universitas dan
sekolah bisnis di Indonesia, pendidikan menjadi wirausaha pada jenjang sarjana
telah dipisah dengan pendidikan program studi manajemen. Kurikulumnya pun
berbeda. Bahkan ada pula perguruan tinggi yang menjadikan kewirausahaan sebagai
"nyawa" sehingga melibatkan seluruh program studi tanpa kecuali.
Inilah yang mendorong kolaborasi antar mahasiswa dari berbagai program studi
untuk mewujudkan proyek kewirausahaan dan menjadi wirausaha
"beneran". Kolaborasi ini menyadarkan bahwa kewirausahaan yang sukses
diawali dari tim yang solid. Wirausaha yang handal bukan karena ia menguasai
segalanya, tetapi karena ia pandai memadukan berbagai sumber daya yang ada
sehingga menghasilkan bisnis yang bernilai tambah.
Proses pembelajaran Seperti telah menjadi kesepakatan tidak tertulis, hampir
semua pendidikan kewirausahaan di seluruh dunia menitikberatkan pada pentingnya
penyusunan rencana bisnis (business plan). Bahkan di tingkat sekolah menengah
atas, beberapa sekolah menugaskan siswanya untuk menyusun rencana bisnis lalu
mengimplementasikan ke dalam sebuah simulasi bisnis. Sesungguhnya pembelajaran
kewirausahaan diawali dengan penemuan diri (self discovery) karena wirausaha
sukses berawal dari minat dan passion yang sesuai. Seseorang yang berwirausaha
sesuai dengan passion-nya, akan terus berjuang keras untuk mencapai kesuksesan
tanpa kenal lelah. Seolah tanpa kehabisan energi karena bekerja sepenuh hati.
Maka, mengenali passion diri yang sesuai akan menjadi awal yang baik untuk
berwirausaha. Pada langkah selanjutnya, identifikasi peluang yang berbasis pada
problem yang dihadapi oleh masyarakat atau konsumen, kemudian mencoba untuk
mencari solusi dengan produk yang ditawarkan adalah bagian yang sangat esensial
ketika mempelajari kewirausahaan. Proses identifikasi peluang, mencari solusi
atas problem yang dihadapi dan merancang produk sebagai solusi, menjadi
rangkaian yang tidak terputus. Percobaan-percobaan untuk memastikan bahwa
produk yang ditawarkan efektif sebagai solusi atas problem (problem-solution fit)
terus dilakukan, hingga diperoleh produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen
(product-market fit). Proses berikutnya adalah merancang saluran pemasaran
untuk menjangkau konsumen, mulai menghitung sumber penerimaan kas, dan struktur
biaya. Ini mematahkan anggapan bahwa kewirausahaan bergantung pada sisi
finansial, karena justru awal proses kewirausahaan adalah identifikasi peluang
bukan modal usaha. Selain itu wirausaha juga didorong untuk menentukan key
metrics, yaitu matriks untuk mengukur aktivitas kunci usaha yang dilakukan
sehingga bisa mengetahui kinerja bisnis, apakah memenuhi sasaran yang ingin
dicapai. Usaha yang dijalankan juga diarahkan untuk memiliki perbedaan
(diferensiasi) yang tidak bisa atau sulit ditiru oleh kompetitor. Pembelajaran
seperti yang telah diuraikan merupakan proses yang berbasis pada lean canvas
(Ries, 2011 , Mauriya, 2012) yang memudahkan pemula untuk merintis usaha. Model
bisnis dulu, bukan rencana bisnis Proses pembelajaran kewirausahaan yang
berbasis penyusunan model bisnis diyakini lebih sesuai bagi pemula yang sedang
merintis usaha dari nol daripada menyusun rencana bisnis. Tak dapat dimungkiri
hal ini masih menjadi perdebatan panjang di antara kalangan akademisi dan
praktisi. Menengahi hal ini DeNoble dan Zoller (2017) mengemukakan sepuluh
alasan mengapa penyusunan model bisnis lebih sesuai bagi siswa/mahasiswa ketika
belajar kewirausahaan dan bagi mereka yang sedang merintis bisnis. Alasan
tersebut adalah, pertama, menyusun rencana bisnis membutuh waktu yang panjang
daripada pengembangan ide bisnis itu sendiri. Justru yang lebih dibutuhkan
adalah pengembangan ide dengan serangkaian percobaan hingga ditemukan ide yang
sesuai untuk dijalankan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya:
problem-solution fit dan product-market fit. Kedua, dengan menyusun rencana
bisnis pada usaha di tahap awal, akan banyak asumsi dan pengetahuan yang tidak
memadai, karena siswa/mahasiswa belum memiliki cukup pengalaman mengenai dunia
bisnis yang akan dijalani. Ketiga, proyeksi keuangan yang biasanya terdapat di
dalam rencana bisnis, ditulis dengan kecenderungan overestimated karena tidak
memahami proses penjualan, dampak siklus penjualan dan dukungan setelah
penjualan kepada konsumen. Keempat, proyeksi rencana bisnis yang yang biasanya
lima tahun tidak membuat investor percaya karena pasar dan lingkungan cepat
berubah. Kelima, sebagian besar rencana bisnis usang segera setelah ditulis.
Pasar begitu dinamis dan wirausaha harus cepat beradaptasi terhadap perubahan
karakteristik pasar. Keenam, rencana bisnis dapat menimbulkan peningkatan
komitmen terhadap tindakan yang berpotensi gagal, yang akhirnya akan menjadi
sia-sia, membuang waktu dan energi. Ketika rencana bisnis disusun, segenap
sumber daya diinvestasikan untuk keputusan yang diambil, yang tercermin di
dalam rencana bisnis. Ketika lingkungan berubah, akan sulit bagi wirausaha
untuk menerima dan akhirnya lamban untuk beradaptasi. Ketujuh, rencana bisnis
tidak dapat membantu wirausaha dalam memahami pengalaman konsumen.
Percobaan-percobaan tidak dilakukan secara intens karena fokus pada penyusunan
dokumen rencana bisnis. Kedelapan, rencana bisnis yang bagus bukanlah indikasi
mengenai potensi masa depan wirausaha. Hal ini bisa terjadi karena
mempercayakan penulisan rencana bisnis kepada pihak yang dianggap
"ahli". Penyusunan rencana bisnis kepada profesional dianggap sebagai
jalan untuk menarik investor potensial dan mitra strategis. Kesembilan,
kebanyakan mahasiswa/siswa dalam program kewirausahaan tidak siap menyusun
rencana bisnis yang layak.
Pada akhirnya rencana bisnis menjadi serangkaian cerita tentang bisnis yang belum tentu bisa diwujudkan. Kesepuluh, penyusunan rencana bisnis menekankan mahasiswa/siswa pada apa yang akan mereka lakukan daripada apa yang mereka pelajari Padahal belum banyak pengalaman yang diperoleh daripada yang telah dipelajari mengenai bagaimana mendirikan dan menjalankan suatu usaha. Sekalipun demikian, DeNoble dan Zoller (2017) menegaskan bahwa penyusunan rencana bisnis tetap diperlukan ketika bisnis telah mulai berjalan (running) dan memerlukan rencana yang lebih detail untuk pengembangan. Berbagai ramuan model pembelajaran kewirausahaan yang dikembangkan sejumlah akademisi dan praktisi, memang masih sangat mungkin diperdebatkan. Setidaknya model yang dikembangkan semakin mendekati ideal untuk melahirkan banyak wirausaha unggul dari jenjang pendidikan tinggi dan menengah. Harapan yang sungguh masuk akal.
Pentingnya Berjejaring untuk Model Pembelajaran SLB
Model
pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) tentu berbeda dengan anak pada
umumnya. Selain sekolah, guru juga harus dibekali ilmu yang selaras bagi ABK.
Dalam webinar yang digelar Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
Menengah dan Pendidikan Khusus beberapa waktu lalu, dijelaskan model pembelajaran
bagi ABK. Melansir laman Ditjen GTK Kemendikbud, Selasa (10/11/2020), webinar
diadakan untuk menyambut Hari Guru Nasional yang akan jatuh pada 25 November.
Berharap
guru terinspirasi Diharapkan para guru dan tenaga kependidikan dapat
terinspirasi dari sejumlah sosok yang telah menunjukkan karya dan dedikasi di
bidangnya.
"Kami
hadirkan guru-guru terbaik yang ada di negeri ini, yang telah menunjukkan karya
dan dedikasi, komitmen untuk menjalani profesi guru," ujar Plt. Direktur
Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Menengah dan Pendidikan Khusus,
Praptono. Salah satu narasumber dalam webinar, Kepala Sekolah SLB AB Kemala
Bhayangkari 2 Gresik, Jawa Timur, Dede Idawati mengungkap dengan berbekal
vokasi, ABK dapat mengembangkan diri atau bekerja pada pihak lain dengan
memperoleh pengakuan penghasilan yang layak.
"Model
pembelajaran keterampilan memerlukan sistem pengelolaan yang melibatkan
berbagai pihak secara fungsional," katanya. Pentingnya berjejaring
Menurutnya, kemandirian ABK dapat dicapai melalui pendidikan keterampilan jika
ada pengakuan oleh lingkungannya, baik itu orang tua anak dan sekolah. Selain
itu, Dede juga mengatakan pentingnya berjejaring, baik itu dalam pembelajaran
keterampilan serta memasarkan produk. Dalam hal keterampilan di ranah tata
boga, para peserta didik SLB AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik belajar dengan guru
SMK di dapurnya SLB. Sedangkan untuk pemasaran, networking ini terlihat dengan
sejumlah pameran yang diikuti oleh para murid SLB ini. "Hasil-hasil yang
dibuat itu kita pamerkan produknya di mal besar bersamaan dengan siswa SMA,
SMK. Murid SLB yang memasarkan," tuturnya.
"Mereka
dengan percaya dirinya, semangatnya, memberikan suatu informasi bagaimana
membuat kaus hingga packaging-nya," terang Dede.
Guru Diimbau Terus
Sesuaikan Metode Pembelajaran dengan Teknologi Informasi
Guru dihimbau untuk terus menyesuaikan metode pembelajaran agar sesuai
dengan perkembangan zaman. Salah satunya, guru bisa mengembangkan metode
pembelajaran dengan pemanfaatan teknologi informasi. Plt. Kepala Pusat Data dan
Teknologi Informasi (Pusdatin) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Gogot
Suharwoto mengatakan peserta didik harus diberikan pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan dan kompetensinya. "Kita harus berinovasi memilih teknologi yang
sesuai dengan pembelajaran. Yang tadinya guru memerintah (teacher center),
sekarang student center pembelajaran (lebih) konstruktif untuk mendapatkan feed
back dari anak sehingga kita bisa memperoleh pengetahuan juga dari anak
didik," kata Gogot saat membuka Indonesia Edutech Expo 2020 di Jakarta
Convention Center (JCC) dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat
(7/2/2020).
urut hadir dalam acara tersebut
Ketua Tim Pelaksana Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional Ilham
Habibie sebagai keynote speaker dan beberapa pakar yang kompeten di bidang
teknologi informasi. Ilham Habibie memberikan analisanya terkait tren pembelajaran
yang akan terus dipengaruhi oleh teknologi informasi. Ia berkeyakinan, metode
yang sesuai dengan perkembangan teknologi akan menarik minat siswa dalam proses
pembelajaran.
"Tren belajar ke depan adalah teknologi
dijadikan alat untuk meng-encourage siswa sehingga muncul motivasi dan semangat
belajarnya," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, kurikulum yang sukses adalah metode
pembelajaran yang disampaikan kepada siswa dengan project base learning. Di
sini, guru tidak hanya sebagai penyedia, tetapi juga membantu siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran. "Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar
terapan dan diskusi dengan sesama siswa. Metode belajar yang mengedepankan
relevansi antara aspek teori dan praktek akan lebih melekat,” jelasnya.
Perwakilan dari Microsoft, Benny Kusuma yang
memberikan paparan tentang Teknologi dalam Dunia Pendidikan menambahkan, metode
pembelajaran yang menarik, akan menambah alasan anak-anak datang ke sekolah.
"Jangan buat teknologi jika membuat anak-anak tidak semangat belajar
karena hasil akhir pembelajaran adalah buat anak-anak itu sendiri," pesan
Benny. Indonesia Edutech Expo 2020 diselenggarakan pada Kamis dan Jumat, 6-7
Februari 2020. Acara tersebut digelar sebagai upaya untuk memperluas wawasan
masyarakat di dunia pendidikan, terutama terkait perkembangan teknologi.
4 Metode Belajar yang Efektif Buat Kamu
Terkadang, seorang pelajar atau siswa sekolah belajar dengan satu
cara. Yakni, membaca materi pelajaran secara berulang-ulang. Harapannya, materi
bisa diingat dengan baik. Tapi ternyata, cara itu kurang efektif. Ada satu
penelitian yang menyebut bahwa membaca berulang-ulang itu tidak efektif. Kenapa
tidak efektif? Ini karena jika kamu membaca sebuah materi untuk pertama
kalinya, kamu bisa banyak menyerap informasi baru. Namun, ketika materi itu
dibaca lagi untuk kedua atau ketiga, kamu pasti bersikap kalau kamu sudah
pernah baca. Sehingga, kamu tidak sadar kalau kamu tidak memproses bacaan itu
dengan mendalam. Di penelitian itu, orang yang membaca materi berulang kali
justru tidak jadi lebih paham dibandingkan yang hanya membaca 1-2 kali saja.
Terus, gimana caranya belajar yang efektif
itu? Berikut 5 metode yang dirangkum dari Rencanamu.id.
1. Latihan soal sendiri Sebaiknya, membaca materi pelajaran sekali saja.
Kemudian, kamu bisa latihan soal sesering mungkin dengan pertanyaan-pertanyaan
yang sudah ada di textbook atau pertanyaan yang kamu buat sendiri. Contohnya,
saat kamu belajar tentang hubungan dagang Roma dan Yunani, maka kamu berhenti
sejenak dan tanya dirimu kenapa Roma dan Yunani jadi mitra dagang? Awalnya
bagaimana itu terjadi? Dengan latihan soal seperti itu, otak kamu akan memahami
materi pelajaran dengan efektif. Jika salah, kamu bisa memperbaikinya dan kamu
akan tahu kesalahan itu.
2.
Dihubungkan dengan sesuatu yang sudah diketahui Cara lainnya ialah ketika
belajar suatu materi yang baru kamu ketahui, coba kamu hubungkan dengan sesuatu
yang sudah kamu ketahui sebelumnya. Contohnya, ketika kamu belajar Biologi dan
neuron, maka akan berhubungan dengan myelin untuk menghantarkan listrik dengan
cepat. Ini bisa dicontohkan dengan selang air yang dibolongi, maka air akan
bocor. Sama halnya dengan neuron, jika myelin bocor maka listrik tidak bisa
dialirkan dengan cepat.
3. Materi bisa divisualkan Jika kamu suka
menggambar, maka hal ini bisa diterapkan ketika kamu belajar. Yakni dengan
membuat diagram materi yang dipelajari. Ketika kamu membuat cara ini, maka kamu
sudah melakukan pembelajaran yang aktif dengan menciptakan pemahamanmu sendiri.
Ini akan jauh efektif daripada menelan materi yang kamu dapat.
4. Hindari sistem kebut semalam (SKS) Ada banyak penelitian yang membuktikan
bahwa belajar dengan sistem kebut semalam (SKS) justru membuat kamu tidak bisa
meresapi materi pelajarannya. Kalaupun ingat, nanti kamu cuma akan ingat saat
kamu ujian saja tetapi sehabis ujian maka akan lupa lagi. Lebih parahnya lagi
kamu malah tidak akan paham. Untuk itu, agar materi bisa benar-benar kamu pahami
maka ada baiknya kamu membaca materi pelajaran secara berkala. Bisa selama 20
menit saja. Intinya, jangan sampai kamu belajar dadakan dan memaksakan diri
untuk belajar dengan waktu yang lama atau memasukkan banyak materi secara
bersamaan.
Link Artikel : javascript:nicTemp();